Adventure

Senin, 05 Desember 2011

Air Terjun Antrokan

Lumajang_09-10-2011
“Dek tolong anterin ke air terjun donk”….”hoh” bengong….”emm tulung ter ke nang air terjun”…”hemm” mikir dengan wajah polosnya…adeh susah bener mo bilang gimana tuk meminta anak-anak ini nganterin ke air terjun antrokan. Akhirnya dengan bahasa Madura yang entah dieja gimana mereka baru ngerti maunya kita gimana.

"air terjun Antrokan"
"kurang lebih 12 meter"
Yup perjalanan dofont kali ini menuju ke air terjun antrokan di kampung cabire, desa manggis, lumajang bersama temen-temen CS malang. Entah bagaimana cerita mulanya kok temen-temen bisa tau ni air terjun. Air terjun ini jelas masih alami banget, bisa dilihat dari tidak tersedianya fasilitas yang memadai untuk sebuah objek wisata. Karena baru pertama kali ini juga kita kesini maka acara “tersesat” itu adalah lumrah. Beberapa kali kita salah jalan dan harus memutar kendaraan dijalan yang sempit dan tidak beraspal. Untuk menuju ke kampung cabire ini kita harus rela jalan kaki menyusuri kebun “coa-coa” coklat dan berpanasan melewati pematang sawah yang dibentengi oleh bukit-bukit dibelakangnya, serta ditemani “kunam” elang atau alap-alap di atas kita yang seakan-akan kita orang tersesat suatu saat akan terkapar kekurangan makanan (mungkin itu pikiran si kunam elang.red)

"jalan kaki diantara kebun coklat"
"menelusuri jalan pematang sawah"
"mobilpun berjalan belakangan"
Menyusuri jalan setapak menuju air terjun ditemani Halim, Ridwan dan Firman. Tiga bocah kampung cabire. Dialeg yang digunakan di kampung ini adalah dialeg Madura. Aku pun kurang paham dengan bahasa itu, meski tau tapi lemot untuk menangkap maksutnya apalagi membalasnya. Dengan "blusukan" melewati rumah - rumah penduduk dan pekarangan orang kita melewati satu pos, entah itu pos ato balai-balai milik penduduk sekitar ya?. Entahlah. 


"ijo dan bersungai"
Sepi sekali disini, secara hanya kita yang berkunjung disini. “Gubrak-gubrak” satu persatu pada berguguran karena licinnya batu-batu di sini. “ceprat-cepret” camera-camera saling membidik kenarsisan kita dibawah air terjun yang tingginya kurang lebih 12 meter itu. Ehehehe terlihat wajah-wajah ceria temen-temen yang setiap harinya berjubel dengan kesibukan dikota. Dan terlihat wajah polos anak-anak cabire yang melihat polah tingkah kita main air dibawah grojogan. Air terjun ini tidak begitu tinggi, dan udara disini tidaklah dingin seperti dipegunungan tapi panas dan sedikit sejuk karena cipratan dari embun air terjun.

"guling-guling"
"bocah cabire"
"yang narsis yang mana yah?bingung"
"bermain air"
"hohohoho ak lah pangeran Antrokan"
Saat kita menyusuri jalur kembali ke kendaraan kita sempatkan dulu tuk bersilaturahmi dengan warga sekitar. Dengan berdialog dengan bahasa campuran inggris, jawa, Indonesia dan sedikit bahasa Madura, kita bercakap dengan warga. Dan alhasil “nak kanak tak oning boso jabeh”… lah apa maksutnya itu? Ternyata itu adalah bahasa Madura yang artinya “anak-anak sini tak bisa berbahasa jawa” , tapi mereka sedikit tau bahasa jawa meski susah juga mereka membalasnya. Indonesia memang ragam budaya dan bahasa, beda daerah saja sudah beda bahasa. Apalagi si david salah satu bule dirombongan kita sambil menyerahkan sedikit upeti “this for smoke” dijawab pula dengan bahasa Madura “matur sekelangkong”  hahahaha tau juga bapaknya kalo itu mah, geulis euyyy.


"hamparan sawah depan desa antrokan"

Sebelum melanjutkan perjalanan ke tujuan berikutnya pantai Papuma kita rest sejenak di rumah warga. Yang bikin gokil ni, masing-masing dari kita tak tahu tadi sempat ijin apa kagak kepada pemilik rumah kerna kita menggunakan kamar mandi nya buat bersih-bersih badan. hahahaha parah. Desa ini mungkin terkesan unik menurutku, terletak di pinggir bukit dan jarak ke desa lain lumayan jauh juga kerna seperti perjalanan awal tadi kita harus jalan kaki di antara pohon coklat dan pematang sawah. Tapi hijaunya sawah disini mengalihkan rasa capek berjalan kaki.

Sekali lagi Indahnya keberagaman Indonesia, berbeda-beda tetap satu Indonesia.
Special thx CS Malang
salam Dofont.red

Senin, 28 November 2011

Bromo untuk yang kesekian kali

Bromo_22-23 oktober 2011
Hawa dingin nan sejuk menyambut kami ketika sampai di cemoro lawang. Yah inilah tempat persinggahan kita untuk menikmati keindahan alam Gunung Bromo (2.392 mdpl.red). Siapa yang tak kenal dengan gunung vulkanik teraktif didunia dan terindah ini. Wisatawan asing pun sangat mengenal dan mengagumi keindahan Bromo.

"bergaya"
Perjalanan menelusuri desa cemoro lawang, siang itu terasa sepi beberapa rumah dan tempat-tempat masih terlihat porak-poranda karena efek dari erupsi bromo beberapa bulan yang lalu. Pasir-pasir halus banyak bertebaran di jalan kampung ini, dan ladang-ladang pun masih kosong dari tanaman sayur yang biasa warga tanam. Berbeda sekali dengan sebelum erupsi yang terkesan masih hijau dan subur. Tapi setidaknya itu tidak terlalu mengurangi keindahan alam di Bromo.
"pasca erupsi"
"terkagum"
Hujan gerimis pun mengguyur kawasan wisata bromo sore itu. Ini pertanda bagus bagi kunjungan kita, kerna nanti malam tak banyak debu yang beterbangan saat kita melaju diatas padang pasir bromo. Kami pun menyempatkan tuk menikmati secangkir coklat hangat di hotel lava lounge. Hem pengunjungnya bule-bule cuma kita aja yg Indonesia. Makanannya pun kebule-bule an, Irma sama deby karena orang Indonesia asli maka mereka pesen mie rebus pake telor, sedangkan aku karena daypack ku udah ada kompor gas ama mie instan maka ak gak pesan lagi kecuali coklat hangat aja. Menjelang sore hujan pun sedikit reda, dan kitapun kembali ke penginapan kita sembari berjalan melewati udara sejuk selapas hujan gerimis.

"coklat panas, nikmatnya"
Sesampainya di penginapan kita pun berbenah barang prbadi sembari ngopi dan buat mie instan di depan teras. Sebelum merebahkan tubuh kita dialam mimpi, kita sempatkan sejenak tuk menikmati kerlipan bintang-bintang di langit. Maklum karena selepas hujan cuaca terlihat cerah, semoga esok pagi juga cerah dan semeru – bromo pun bisa terlihat jelas. Amin.

Pagi-pagi sekitar pukul 02.30 kita dibangunkan sama bang Isz guna bersiap tuk eksplore bromo. Rasa kantuk masih melekat hebat, tapi karena kebayang indahnya bromo dari pananjakan rasa kantukpun lambat laun terusir dengan sendirinya. Pukul 03.00 bang slamet, Gono dan Ribut udah siap mengantar kita ke pananjakan. Dan petualanganpun dimulai.

"jagung bakar di pananjakan"
Kita bayar tiket masuk kawasan Rp 6000 per orang, kita Cuma bayar ber3 (lagian mereka juga tidak meriksa.red). perjalanan dimulai dari gerbang cemoro lawang turun ke padang pasir. Pagi yang masih gelap itu suasana rame sanget, semua berpakaian ala touring dengan helm dan jaket tebal. Sedangkan ak cuma pake kaca mata yang udah patah berkali-kali, sleyer serta selendang yang kalo dirumah ak jadikan sajadah tapi kalo ini ak jadikan sorban guna menutup kepala dan wajah dari pasir-pasir yang berbisik.

Jalanan menurun dan gelap, sesampai dipadang pasir yang terlihat hanyalah kabut dan kemerlip cahaya dari lampu-lampu kendaraan yang saat itu juga bertolak ke pananjakan. Sesampainya di pos pananjakan pukul 04.00 view of pananjakan. Di tempat ini sudah banyak sekali pengunjung yang bersiap ke view of pananjakan yang berjarak 50 meter dari tempat parkir sepeda. Tapi sebelumnya kita menghangatkan badan dulu sekedar minum kopi ato teh hangat yang tersedia di warung-warung. Dan terdapat pula penjual souvenir khas bromo, seperti penutup kepala, syal, pernik-pernik, dan penyewaan jaket hangat bagi yang tidak kuasa menahan dingin.

"menghangatkan diri"
Pukul 04.30 kita bergerak ke view point untuk melihat sunrice. Banyak sekali orang yang telah berada ditempat ini. Berjajar-jajar orang pada duduk dikursi kayu yang telah disediakan guna menyaksikan keindahan alam bromo ini layaknya mo nonton film layar tancep. Bagi yang tidak kebagian tempat duduk lebih nikmat berdiri sambil berpelukan dengan orang-orang yang dikasihinya. Hem kebayang ama sapa yak?ehe. Tapi aku lebih tertarik untuk menyaksikan keindahan bromo selain dari munculnya matahari pagi dari arah timur. Lambat laun akhirnya penampakan itu muncul juga, yah posisi bromo dengan latar belakang gunung semeru yang menjulang gagah mengawal gunung bromo.

"amazing"
Tak puas di tempat awal kita menikmati bromo kita pun mencoba untuk mencari view yang lain. Dan pilihan jatuh ke tanah sedikit lapang di bawah view of pananjakan ini. View yang indah dan disini pula kita bertemu dengan Yashar dan Yasmin yaitu turis dari Iran yang sekarang tinggal di Australia. Meskipun kita banyak jumpa turis asing tapi hanya mereka yang bisa share ama kita.
"temanya glosoran"
Oya sedikit pengenalan ttng travel mate ku kali ini. Ini adalah kunjunganku yang ketiga kalinya di gunung Bromo. Tak bosannya untuk berkunjung kembali kesini karena keindahan dan kenyamanan tempat ini untuk “melarikan diri”. Kunjunganku kali ini bersama teman – teman yang aku kenal dari forum Backpacker Indonesia, Irma dari purbalingga, dan deby dari Jakarta. Dan tentunya teman baru dalam kunjungan ke bromo. Dapat dipastikan kalo berkunjung ke sini mesti dapat kenalan baru sesame triper atau warga sekitar. Ada kak Bitty dari Surabaya dan kak Ata’ dari Kulonprogo Jogja. Serta para ojegkers yang handal mas Isz, Slamet, Gono dan Ribut. Serta Yashar dan Jasmin warga Iran yang sekarang tinggal di Australia.

Aku ingin sekali melihat Bromo dikelilingi kabut putih disavananya dan terlihat kawah jonggrang di semeru menyemburkan sidikit kepulan asap. Tapi suasana itu tak kunjung datang, diganti dengan cerahnya hari tuk menikmati Bromo dan sekelilingnya. Pukul 06.00 kita sudahi menikmati bromo dari tempat ini. Waktunya kembali ke kuda pacu kita yang akan mengantarkan ke destiny selanjutnya, yaitu kawah bromo.

Sepanjang perjalanan kami disuguhkan pemandangan yang elok selama menuruni bukit pananjakan ini, karena hari dah terang maka terlihatlah semua apa yg kita lalui tadi malam saat ke pananjakan. Hamparan padang pasir yang luas serta tebing2 yang menjulang tinggi mengiringi perjalana sampai ke padang pasir bromo, dan beradu dengan pasir-pasir lembut bromo.

"lereng bromo"
Sampailah kita di tempat parkir kendaraan dibawah Gunung Bromo. Untuk mencapai kawah Bromo kita harus jalan kaki ato menggunakan jasa naik kuda. Sebelum mencapai puncak lebih nikmat lagi menikmati gorengan sambil menikmati pemandangan alam dilereng bromo.

"kopi dan gorengan ternikmat disini"
Perjalanan menuju puncak tidak seperti tahun sebelum erupsi. Disini jalur tangga menuju puncak tertutup oleh pasir, dan bahkan dulu dikanan kiri tangga itu adalah tebing pasir tapi sekarang menjadi gundukan pasir yang melebihi tangga itu sendiri. Jadi alhasil bisa melewati itu untuk mencapai kawah bromo kerna lewat tangga antri berkepanjangan.

"HI yg sempat terekam #2"
"HI yg sempat terekam #1"
Sampailah di kawah bromo. Kawahnya terlihat lebih mengecil didalam dan terkesan sangat dalam sekali. Kepulan asap belerang masih terus keluar dari dalam kawah. Disini kita harus ekstra hati2 karena pagar yg dulu buat membatasi pengunjung dengan kawah sekarang sudah tidak ada lagi. Disini pun kita bertemu lagi dengan Yashar dan Yasmin serta kak Bitty dan Ata. Mulai deh bercuap-cuap ria lagi.

"kawah Bromo"
"bersama Yasmin, Yashar ambil gambar"
Kunjungan selanjutnya ke sabana, yaitu padang rumput luas dengan pemandangan alam kaldera bromo yang bikin kita berpikir seperti di taman jurasic. Pemandangan hamparan padang rumput dan bukit-bukit kecil layaknya bukit teletubis. Layak pula kalo tempat ini biasa dibuat shoting tentang eksotisme alam Indonesia.

"masih aja glosoran"
"hohohoo"

"glosoran di padang rumput, kapan lagi?"
"siap-siap ngetrack"
Setelah berpuas glosoran dipadang rumput kita lanjutkan menuju ke “pasir berbisik”. Dinamakan pasir berbisik oleh para pengunjung karena tempat ini merupakan hamparan padang pasir yang sangat luas dan sering terdengar suara pasir berbisik karena hembusan angin yang menerpa. Sepanjang perjalanan pun kita sekali lagi diuji andrenalin oleh para ojegkers dengan melewati jalanan berpasir yang bikin motor ngesot-ngesot gak karuan, dan deburan pasir yg bertebaran dari kendaraan lain. Sampailah kita di pasir berbisik dan gentian kita yang ngesot-ngesot dah.

"memacu andrenalin ngebut dipasir"
"padang pasir yg luas"

"menikmati pasir berbisik"
"come to Indonesia"
"woooiiiiiiiiii"

"benar-benar gak mau pulang nih" 
Petualangan yang menyenangkan guna menghilangkan kepenatan dari kesibukan kita sehari-hari dengan menikmati alam Bromo. Saatnya kembali ke penginapan dan bersiap bertolak ke habitat masing-masing. Serasa tidak mau pulang kerna Bromo, seperti yang dilakukan si cumi Irma Akbar, yang rela ngesot-ngesot gak mau pulang. Sepanjang perjalana pulang pun dia masih aja termenung galau meninggalkan bromo. Lain lagi sama si denok Deby, yang udah jelas bakal ketinggalan kereta malah sama sekali gada ekspresi. Kok malah ak yang ribet sendiri yah guna memastikan mereka aman sampai tujuan, Jakarta dan Purbalingga. Keep eksplore Indonesia temans.

Salam Dofont

Jumat, 25 November 2011

Berkunjung ke masa lampau di "Radyapustaka"

Solo the Spirit of Java slogan kota solo yang mewakili semangat budaya jawa khususnya jawa Mataram. Kota kecil yang strategis yang merupakan persimpangan dari beberapa kota ke kota lain. Siang ini ditemani sama orang special menikmati kota solo tempo dulu. Kunjungan awal dimulai dari museum Radyapustaka. Dengan hanya membayar Rp 2500 kita sudah bisa menikmati benda-benda bersejarah kota solo. Museum ini buka tiap hari selasa-minggu jam 09.00-14.00 WIB.

"Radya Pustaka"

"banyak sekali koleksi bersejarah tentang nusantara"
Museum Radyapustaka terletak di jalan Slamet Riyadi no. 275 Kota Surakarta. Untuk mencapai tempat ini tidaklah begitu sulit, karena letaknya ditengah kota bisa menggunakan bus Batik Solo Trans. Museum ini satu kawasan dengan Taman Sriwedari yang merupakan salah satu taman raja Surakarta. Gedung ini merupakan bangunan lama dengan gaya arsitektur Belanda, dahulu dikenal sebagai Loji Kadipolo yang semula milik Johannes Busselaar, kemudian dibeli oleh Sri Susuhunan Pakubuwono X, yang akhirnya diserahkan kepada Paheman Radyapustaka pada 1 Januari 1913 untuk dijadikan museum. Luas bangunan seluruhnya 573,24 m persegi. Yang terdiri dari ruang pameran tetap 289,48 persegi, ruang perpustakaan 33,76 m persegi dan ruang perkantoran 100m persegi.


Museum Radyapustaka merupakan museum tertua di Indonesia yang dibangun pada tanggal 28 Oktober 1890 pada jaman Sri Susuhunan Pakubuwono IX, oleh KRA Sosrodiningrat IV pepatih dalem Kraton Surakarta. Radyapustaka berasal dai kata “Radya” yang berarti Keraton atau Negara, sedangkan “Pustaka” berarti perpustakaan. Dengan demikian Radyapustaka mempunyai arti sebagai perpustakaan Keraton atau perpustakaan Negara.
"beberapa koleksi topeng"
"koleksi keramik"
"goverleden te soerakarta 1888"

"orgel"
"mesin tua jam panggung"
"seperangkat gamelan jawa"
"raja mala"
"keramik dinasti"
"pakaiam kebesaran bupati keraton surakarta"
Terdapat beberapa peninggalan – peninggalan bersejarah pada masa lampau. Diantaranya “Orgel” karangan bunga dari Napoleon Bonaparte kepada Susuhunan Pakubuwono IV pada masa itu. Sungguh pergaulan yang luas diantara kerajaan – kerajaan dunia pada masa itu. Ada juga berbagai macam keramik dari berbagai  Negara. Seperangkat gamelan yang dimuseumkan. Mesin jam panggung keraton kartosuro, yaitu sebuah bongkahan mesin jam pada jaman dahulu. Beberapa informasi tentang pewayangan. Raja Mala, hiasan pada haluan perahu yang dibuat pada masa pemerintahan Susuhunan Pakubuwono IV oleh putera mahkota. Beberapa pakaian kebesaran keraton Surakarta dan senjata-senjata pengawal dan Raja Surakarta. Serta terdapat beberapa arca-arca peninggalan jaman majapahit. Dan juga tidak lupa koleksi buku dan manuskrip kuno berbahasa jawa.
"baca sepuasnya diperpustakaan"

"belajar sejarah nenek moyang"
Di museum ini kita bisa cari informasi tentang kerajaan Mataram sepuasnya, dari sejarah berdirinya sampai ke dapur pembuatan senjata-senjata pada masa itu. Karena terdapat perpustakaan yang lengkap dan petugas perpustakaan yang ramah yang siap membantu kita untuk mencarikan buku yang kita inginkan. Karena buku-buku yang berada disini relative berusia tua maka untuk pengambilan gambar tidak diperkenankan menggunanak lampu blitz karena dikhawatirkan akan mengurangi usia buku atau kertas. Serta terdapat arca-arca peninggalan sejak jaman hindu budha masih kental di nusantara ini, dan beberapa prasasti yang bertuliskan huruf jawa.
"arca-arca yg gak muat didalam"
"ayo sapa yang bisa baca?"

selagi masih ada waktu sempatkan lah berkunjung ke museum ini guna mengetahui sejarah masa lampau.
cukup mudah untuk mencapai museum ini :
- dari bandara adi sucipto tinggal naik bus solo batik trans Rp 3000 turun didepan museum.
- dari stasiun purwosari jg sama bisa baik bus solo batik trans
- dari terminal bus tirtonadi bisa naik bus kota.